Akan
tetapi, menurut Kitab Suci Agama-agama, manusia, alam semesta, dan
segala sesuatu adalah hasil ciptaan TUHAN Allah; hasil ciptaan yang
penuh dengan kesempurnaan. Karena kesempurnaan itu, manusia mampu
bertambah banyak karena di dalam diri mereka tertanam naluri bertahan hidup serta
kemampuan reproduksi. Di samping itu, manusia juga dilengkapi dengan
berbagai kemampuan serta kreativitas [penggagas Teori Evolusi pun, tidak
pernah bisa menjawab siapa yang telah melengkapi manusia dengan berbagai kemampuan serta kreativitas tersebut],
sehingga mampu beradaptasi dengan sikon hidup dan kehidupannya; bahkan
menjadikan segala sesuatu di sekitarnya menjadi lebih baik serta memberi
kenyamanan padanya.
Kemampuan
dan kreativitas itu, menjadikan manusia mempunyai keinginan untuk
meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Sehingga, yang tadinya
mempunyai pola nomade,
lambat laun menetap kemudian membangun komunitas pada suatu lokasi
dengan batas-batas geografis tertentu. Dalam batas-batas geografis itu,
mereka semakin bertambah banyak serta mampu membangun komunitas
masyarakat dengan berbagai aspek yang bertalian dengannya.
Salah satu aspek yang biasanya ada dalam suatu komunitas masyarakat adalah cara-cara penyembahan kepada kekuatan lain di luar dirinya. Hal itu terjadi karena manusia mempunyai naluri religius yang universal. Kekuatan lain di luar diri manusia itu bersifat Ilahi, supra natural, berkuasa, mempunyai kemampuan maha dasyat, sumber segala sesuatu, dan lain-lain. Ia adalah Kekuasaan Yang Tertinggi melebihi
apapun yang ada di alam semesta. Akan tetapi, manusia tidak mampu
menggambarkan bentuk-bentuk konkrit dari apa yang mereka sembah sebagai Kekuasaan Yang Tertinggi
itu. Komunitas tersebut mempunyai keyakinan bahwa Ia ada, dihormati,
disembah, ditakuti; kemudian diikuti dengan memberi persembahan korban
kepadanya. Kondisi seperti itu biasanya disebut agama suku atau agama asli.
AGAMA-AGAMA ASLI
Agama Asli
adalah bentuk-bentuk atau cara-cara penyembahan yang ada pada suatu
suku dan sub-suku; kerohanian khas pada suatu bangsa, suku, dan
sub-suku; berasal dari antara mereka sendiri, serta tidak dipengaruhi
atau meniru dari komunitas ataupun orang lain. Ciri-ciri yang ada pada
agama asli antara lain,
- terikat pada lokasi atau tempat bangsa ataupun suku dan sub-suku hidup dan berkembang; misalnya diseputar lembah atau pegunungan, daerah pedalaman serta terpencil, dan lain sebagainya; sehingga terbatas pada masyarakat dalam komunitas atau lingkungan tertentu
- dianut oleh sekelompok suku atau sub-suku ataupun gabungan beberapan suku;
- mempunyai atau adanya banyak larangan-larangan, tabu, benda-benda dan tempat-tempat keramat serta dianggap suci; tempat-tempat keramat tersebut biasanya difungsikan juga sebagai pusat kegiatan penyembahan atau ritus;
- pada umumnya berhubungan dengan alam [misalnya benda-benda langit; pohon, gunung, gua, dan lain-lain]; bersifat spiritisme [adanya roh-roh pada benda-benda di alam semesta], animisme [adanya nyawa atau jiwa pada benda-benda tertentu], dinamisme [adanya kekuatan dan kuasa pada semua makhluk], totemnisme [adanya hubungan antara manusia dengan binatang tertentu].
Hubungan
erat antara [masyarakat] penganut agama suku dengan alam terjadi karena
anggapan bahwa pada alam ada atau berdiam [tinggal] pribadi yang mempunyai kekuatan dan kuasa. Sebagai pribadi, alam juga tidak mau diganggu atau dirusak oleh manusia. Dalam konsep agama-agama suku, jika pribadi pada
alam tersebut diganggu [mendapat gangguan], maka Ia akan mendatangkan
murka pada manusia. Dan juga hubungan itulah, yang seringkali menjadikan
mereka lebih memperhatikan dan menjaga keselarasan hidup dengan
lingkungan.
Akan tetapi, seiring dengan perkembangan hidup dan kehidupan, pemikiran dan pemahaman manusia tentang siapa Yang Ilahi
yang disembah semakin maju. Pada perkembangan selanjutnya, model atau
cara-cara penyembahan pada agama suku, berubah dan berkembang menjadi
suatu sistem yang teratur. Perubahan dan perkembangan ini, juga
menjadikan manusia mempunyai aneka pendapat atau pengertian tentang
agama.
ARTI AGAMA
Agama
[Sanskerta, a = tidak; gama = kacau] artinya tidak kacau; atau adanya
keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu.
Religio [dari religere,
Latin] artinya mengembalikan ikatan, memperhatikan dengan saksama; jadi
agama adalah tindakan manusia untuk mengembalikan ikatan atau
memulihkan hubungannya dengan Ilahi.
Dari
sudut sosiologi, agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem
sosial dalam diri orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu
[yang supra natural] dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat
keselamatan. Agama merupakan suatu sistem sosial yang dipraktekkan
masyarakat; sistem sosial yang dibuat manusia [pendiri atau pengajar
utama agama] untuk berbhakti dan menyembah Ilahi. Sistem sosial tersebut
dipercayai merupakan perintah, hukum, kata-kata yang
langsung datang dari Ilahi agar manusia mentaatinya. Perintah dan
kata-kata tersebut mempunyai kekuatan Ilahi sehingga dapat difungsikan
untuk mencapai atau memperoleh keselamatan [dalam arti seluas-luasnya]
secara pribadi dan masyarakat.
Dari sudut kebudayaan, agama adalah salah satu hasil budaya. Artinya, manusia membentuk atau menciptakan agama karena kemajuan dan perkembangan budaya serta peradabannya. Dengan itu, semua bentuk-bentuk penyembahan kepada Ilahi [misalnya nyanyian, pujian, tarian, mantra, dan lain-lain] merupakan unsur-unsur kebudayaan. Dengan demikian, jika manusia mengalami kemajuan, perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan kebudayaan, maka agama pun mengalami hal yang sama. Sehingga hal-hal yang berhubungan dengan ritus, nyanyian, cara penyembahan [bahkan ajaran-ajaran] dalam agama-agama perlu diadaptasi sesuai dengan sikon dan perubahan sosio-kultural masyarakat.
Dari sudut kebudayaan, agama adalah salah satu hasil budaya. Artinya, manusia membentuk atau menciptakan agama karena kemajuan dan perkembangan budaya serta peradabannya. Dengan itu, semua bentuk-bentuk penyembahan kepada Ilahi [misalnya nyanyian, pujian, tarian, mantra, dan lain-lain] merupakan unsur-unsur kebudayaan. Dengan demikian, jika manusia mengalami kemajuan, perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan kebudayaan, maka agama pun mengalami hal yang sama. Sehingga hal-hal yang berhubungan dengan ritus, nyanyian, cara penyembahan [bahkan ajaran-ajaran] dalam agama-agama perlu diadaptasi sesuai dengan sikon dan perubahan sosio-kultural masyarakat.
Sedangkan
kaum agamawan berpendapat bahwa agama diturunkan TUHAN Allah kepada
manusia. Artinya, agama berasal dari Allah; Ia menurunkan agama agar
manusia menyembah-Nya dengan baik dan benar; ada juga yang berpendapat
bahwa agama adalah tindakan manusia untuk menyembah TUHAN Allah yang
telah mengasihinya. Dan masih banyak lagi pandangan tentang agama,
misalnya,
-
- Agama ialah [sikon manusia yang] percaya adanya TUHAN, dewa, Ilahi; dan manusia yang percaya tersebut, menyembah serta berbhakti kepada-Nya, serta melaksanakan berbagai macam atau bentuk kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut
- Agama adalah cara-cara penyembahan yang dilakukan manusia terhadap sesuatu Yang Dipercayai berkuasa terhadap hidup dan kehidupan serta alam semesta; cara-cara tersebut bervariasi sesuai dengan sikon hidup dan kehidupan masyarakat yang menganutnya atau penganutnya
- Agama ialah percaya adanya TUHAN Yang Maha Esa dan hukum-hukum-Nya. Hukum-hukum TUHAN tersebut diwahyukan kepada manusia melalui utusan-utusan-Nya; utusan-utusan itu adalah orang-orang yang dipilih secara khusus oleh TUHAN sebagai pembawa agama. Agama dan semua peraturan serta hukum-hukum keagamaan diturunkan TUHAN [kepada manusia] untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat
Jadi,
secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan menyembah
Ilahi [yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta kesejahteraan
hidup dan kehidupan kepada manusia]; upaya tersebut dilakukan dengan
berbagai ritus [secara pribadi dan bersama] yang ditujukan kepada Ilahi.
Secara khusus, agama adalah tanggapan manusia terhadap penyataan TUHAN
Allah. Dalam keterbatasannya, manusia tidak mampu mengenal TUHAN Allah,
maka Ia menyatakan Diri-Nya dengan berbagai cara agar mereka mengenal
dan menyembah-Nya. Jadi, agama datang dari manusia, bukan TUHAN Allah. Makna yang khusus inilah yang merupakan pemahaman iman Kristen mengenai Agama.
CIRI-CIRI UMUM AGAMA
Berdasarkan semuanya itu, hal-hal yang patut diperhatikan untuk memahami agama, antara lain
- Pada setiap agama mempunyai sasaran atau tujuan penyembahan atau Sesuatu Yang Ilahi dan disembah. Ia bisa disebut TUHAN, Allah, God, Dewa, El, Ilah, El-ilah, Lamatu’ak, Debata, Gusti Pangeran, Deo, Theos atau penyebutan lain sesuai dengan konteks dan bahasa masyarakat [bahasa-bahasa rakyat] yang menyembah-Nya. Penyebutan tersebut dilakukan karena manusia percaya bahwa Ia yang disembah adalah Pribadi yang benar-benar ada; kemudian diikuti memberi hormat dan setia kepada-Nya. Jadi, jika ada ratusan komunitas bangsa, suku, dan sub-suku di dunia dengan bahasanya masing-masing, maka nama Ilahi yang mereka sembah pun berbeda satu sama lain. Nama yang berbeda itu pun, biasanya diikuti dengan pencitraan atau penggambaran Yang Ilahi sesuai sikon berpikir manusia yang menyembahnya. Dalam keterbatasan berpikirnya, manusia melakukan pencitraan dan penggambaran Ilahi berupa patung, gambar, bahkan wilayah atau lokasi tertentu yang dipercayai sebagai tempat tinggalJadi, kaum agama tidak bisa mengklaim bahwa mereka paling benar menyebut Ilahi yang disembah. Sehingga nama-nama lain di luarnya adalah bukan Ilahi yang patut disembah dan dipercayai atau diimani.
- Pada setiap agama ada keterikatan kuat antara yang menyembah [manusia] dan yang disembah atau Ilahi. Ikatan itu menjadikan yang menyembah [manusia, umat] mempunyai keyakinan tentang keberadaan Ilahi. Keyakinan itu dibuktikan dengan berbagai tindakan nyata [misalnya, doa, ibadah, amal, perbuatan baik, moral, dan lain-lain] bahwa ia adalah umat sang Ilahi. Hal itu berlanjut, umat membuktikan bahwa ia atau mereka beragama dengan cara menjalankan ajaran-ajaran agamanya. Ia harus melakukan doa-doa; mampu menaikkan puji-pujian kepada TUHAN yang ia sembah; bersedia melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan perhatian kepada orang lain dengan cara berbuat baik, sedekah, dan lain sebagainya.
- Pada umumnya, setiap agama ada sumber ajaran utama [yang tertulis maupun tidak tidak tertulis]. Ajaran-ajaran tersebut antara lain: siapa Sang Ilahi yang disembah umat beragama; dunia; manusia; hidup setelah kematian; hubungan antar manusia; kutuk dan berkat; hidup dan kehidupan moral serta hal-hal [dan peraturan-peraturan] etis untuk para penganutnya. Melalui ajaran-ajaran tersebut manusia atau umat beragama mengenal Ilahi sesuai dengan sikonnya sehari-hari; sekaligus mempunyai hubungan yang baik dengan sesama serta lingkungan hidup dan kehidupannya.
- Ajaran-ajaran agama dan keagamaan tersebut, pada awalnya hanya merupakan uraian atau kalimat-kalimat singkat yang ada pada Kitab Suci. Dalam perkembangan kemudian, para pemimpin agama mengembangkannya menjadi suatu sistem ajaran, yang bisa saja menjadi suatu kerumitan untuk umatnya; dan bukan membawa kemudahan agar umat mudah menyembah Ilahi.
- Secara tradisionil, umumnya, pada setiap agama mempunyai ciri-ciri spesifik ataupun berbeda dengan yang lain. Misalnya,
- pada setiap agama ada pendiri utama atau pembawa ajaran; Ia bisa saja disebut sebagai nabi atau rasul, guru, ataupun juruselamat
- agama harus mempunyai umat atau pemeluk, yaitu manusia; artinya harus ada manusia yang menganut, mengembangkan, menyebarkan agama
- agama juga mempunyai sumber ajaran, terutama yang tertulis, dan sering disebut Kitab Suci; bahasa Kitab Suci biasanya sesuai bahasa asal sang pendiri atau pembawa utama agama
- agama harus mempunyai waktu tertentu agar umatnya melaksanakan ibadah bersama, ternasuk hari-hari raya keagamaan
- agama perlu mempunyai lokasi atau tempat yang khusus untuk melakukan ibadah; lokasi ini bisa di puncak gunung, lembah, gedung, dan seterusnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar