Pengertian Hukum Waris
Pengaturan mengenai hukum waris
merupakan salah satu pengaturan yang cukup rumit dan sering kita jumpai
menjadi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pembagian harta warisan
seringkali menimbulkan konflik antara sanak saudara dan keluarga yang
kemudian berujung pada sengketa di pengadilan. Untuk itu penting bagi
kita sedikit memahami pengaturan mengenai hukum waris di Indonesia.
Hukum waris dalam ilmu hukum merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pengaturan mengenai
hukum waris tersebut dapat dijumpai dalam pasal 830 sampai dengan pasal 1130 KUH Perdata. Meski demikian, pengertian mengenai hukum waris
itu sendiri tidak dapat dijumpai pada bunyi pasal-pasal yang
mengaturnya dalam KUH Perdata tersebut. Untuk mengetahui pengertian
mengenai hukum waris selanjutnya kita akan coba menilik beberapa
pengertian mengenai hukum waris yang diberikan oleh para ahli, sebagai
berikut:Hukum waris menurut Vollmar merupakan perpindahan harta kekayaan secara utuh, yang berarti peralihan seluruh hak dan kewajiban orang yang memberikan warisan atau yang mewariskan kepada orang yang menerima warisan atau ahli waris.Hukum waris menurut Pitlo adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena meninggalnya seseorang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum
waris adalah hukum yang mengatur mengenai kedudukan harta dan kekayaan
seseorang setelah meninggal dunia dan mengatur mengenai cara-cara
berpindahnya harta kekayaan tersebut kepada orang lain.
Selain beberapa pengertian tersebut
diatas, pengertian mengenai hukum waris juga dapat dilihat dalam
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, dalam pasal 171 disebutkan bahwa :
“Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan atas harta peninggalan pewaris kemudian menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan menentukan berapa bagian masing-masing.”
Metode Pewarisan dalam Hukum Waris
Dalam hukum waris terdapat dua cara yang
dapat digunakan untuk menerima warisan, yakni pewarisan absentantiao
dan pewarisan testemantair (wasiat).
Pewarisan absentantiao dalam hukum waris
merupakan pewarisan dimana ahli waris menerima warisan karena telah
diatur dan diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ini berarti hak waris terhadap warisan didapatkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pewarisan testamentair dalam hukum waris
merupakan pewarisan yang dilakukan berdasarkan testamen atau biasa juga
disebut dengan surat wasiat. Surat wasiat atau testamen ini biasanya
berisi pernyataan mengenai hal-hal yang diinginkan oleh pewaris terkait
dengan warisan yang ditinggalkannya. Biasanya juga testamen ini dibuat
dihadapan notaris sehingga telah berisi keterangan yang jelas mengenai
persentase atau jenis warisan yang ditinggalkan kepada ahli waris yang
dikehendakinya.
Golongan dalam Hukum Waris
Ahli waris berdasarkan pewarisan
absentantiao ini dalam peraturan perundang-undangan (hukum waris) dibagi
dalam beberapa golongan, antara lain :
- Golongan Pertama, terdiri dari suami atau istri dan atau anak keturunan dari pewaris.
- Golongan Kedua adalah mereka yang menjadi ahli waris karena pewaris tidak memiliki istri atau suami serta belum memiliki anak keturunan. Golongan kedua ini terdiri dari orang, saudara dan atau keturunan saudara pewaris.
- Golongan Ketiga ini dapat menjadi ahli waris apabila pewaris ternyata tidak memiliki saudara kandung. Jika hal tersebut terjadi, maka yang berhak menerima warisan adalah keluarga pewaris dalam garis lurus keatas yakni dari garis ibu dan bapaknya. Golongan ketiga ini terdiri dari kakek dan neneknya baik dari garis ibu dan garis bapaknya dimana warisan tersebut dibagi menjadi dua bagian masing bagian diberikan kepada garis ibu dan garis bapak.
- Golongan keempat ini dapat menjadi ahli waris apabila pewaris ternyata tidak memiliki lagi ahli waris seperti yang disebutkan dalam tiga golongan diatas. Dalam golongan yang keempat, ahli waris adalah keluarga sedarah dalam garis ke atas yang masih hidup dan ahli waris yang yang derajatnya paling dekat dengan pewaris. Ahli waris dalam garis keatas yang masih hidup ini menerima setengah bagian dari warisan sedangkan ahli waris yang derajatnya paling dekat dengan pewaris mendapatkan setengah bagian sisanya.
Selain golongan yang penerima atau
ahli waris yang disebutkan diatas, peraturan perundang-undangan juga
mengatur mengenai siapa saja yang dianggap atau tidak dibolehkan
menerima warisan dari pewaris. Meskipun haknya sebagai ahli waris
didapatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau absentantiao
atau secara langsung melalui pewarisan testamentair.
Golongan yang dianggap tidak patut menerima warisan dalam hukum waris berdasarkan KUH Perdata, antara lain:
- Orang yang dengan putusan hakim telah dinyatakan bersalah dan dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh pewaris;
- Orang yang menggunakan kekerasan menghalang-halangi pewaris untuk membuat surat wasiat sesuai dengan kehendak pewaris;
- Orang yang dengan putusan hakim telah terbukti bersalah memfitnah orang yang telah meninggal dunia dan berbuat kejahatan yang diancam dengan hukuman pidana penjara lima tahun atau lebih;
- Orang yang menggelapkan, memalsukan atau memusnahkan surat wasiat atau testamentair yang telah dibuat oleh pewaris.
Golongan
yang tidak patut menerima warisan tersebut diatas, wajib mengembalikan
seluruh hasil dan pendapatan yang telah dinikmati sejak menerima
warisan kepada ahli waris sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ahli waris juga bertanggungjawab
terhadap hutang piutang yang telah dilakukan dan ditinggalkan oleh
pewaris. Demikian artikel mengenai hukum waris semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar